“Cinta adalah ketika melihat seorang wanita tua dan laki-laki tua, saling memberikan potongan ayam terbaiknya ” (Tommy, usia 6 tahun)
Dalam minggu-minggu ini, baik di mal-mal maupun berbagai media, tampaklah berbagai coklat dan bunga berbentuk hati bertaburan dimana-mana. Dan berbagai kue, bunga serta coklat ini, selalu kita identikkan dengan Hari Valentine (Hari Kasih Sayang) yang sebentar lagi menjelang. Inilah bulan dimana orag banyak berbicara soal cinta. Suatu topik yang ingin saya bahas pula dalam kesempatan ini.
Saya pun teringat, di sela – sela pelatihan Emotional Quality Management di bulan Desember lalu, datanglah seorang suami untuk menceritakan apa yang sedang terjadi dalam kehidupan perkawinannya. Sang suami ini menceritakan bahwa dulunya dia sangat mencintai sang istri serta anak – anaknya, tetapi entah kenapa perasaan ini mendadak hilang. Bahkan hubungan pun terasa makin hambar. Akibatnya si suami ini lebih menyibukkan dirinya dengan pekerjaan – pekerjaan di kantornya.
Saya pun mencoba menggali lebih lanjut apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan perkawinan mereka. Akhirnya saya menemukan sebabnya pada soal yang klise, komunikasi yang kurang begitu lancar yang diawali dengan tindakan me-label satu sama lainnya. Tindakan ini dimulai dengan membanding – bandingkan pasangannya dengan orang lain. Berikutnya, ketidakpuasan–ketidakpuasan pun muncul. Hingga pada ujungnya, muncul emosi saling tidak suka bahkan mulai membenci satu sama lainnya.
Disinilah, saya bisa merasakan hilangnya suatu jenis emosi penting dalam kehidupan perkawinan pasangan ini. Yaitu emosi CINTA. Inilah emosi yang sebenarnya bisa menjadi perekat bahkan obat yang ampuh dalam menghadapi berbagai masalah dan persoalan dalam rumah tangga mereka. Celakanya, rasa ini mulai memudar. Seorang pakar yang bernama Arnold di tahun 1960 pernah mengatakan emosi cinta adalah salah satu emosi dasar manusia, yang ketika hilang maka seseorang akan merasa dirinya mengalami kekosongan. Sayangnya, orang lain seringkali dilibatkan untuk mengisi kekosongan dan kehampaan ini.
Salah satu prinsip dalam kecerdasan emosional mengatakan bahwa pertarungan emosi dalam diri kita adalah ibarat tarik tambang. Yang terkuatlah yang akan mengalahkan yang lemah. Jadi, tatkala kebencian lebih besar daripada cinta, bencilah yang dimenangkan. Tetapi ketika perasaan sayang, lebih besar daripada kebencian yang diarasakan, maka cintalah yang akan menang. Karena itulah, satu-satunya cara mengatasi emosi kebencian dan kemarahan yang muncul, dalam hubungan dan perkawinan, yakni menghidupkan kembali bara-bara CINTA yang pernah ada, sebelum bara tersebut betul-betul padam.
T-R-U-E Love
Untuk itulah, saya menyajikan suatu prinsip T-R-U-E Love yang bisa menjadi bahan inspirasi kita di bulan Kasih Sayang ini.
Pertama, Terima orang apa adanya. Hal yang pertama yang dapat dilakukan adalah menerima orang ‘apa ada’-nya bukan ‘ada apa’-nya. Hal ini dapat diterapkan dalam setiap hubungan kita baik dengan orang tua, pasangan, anak, maupun sahabat. Ini memang bukan perkara mudah. Soalnya, kita cenderung lebih mudah menerima hal – hal positif yang dimiliki, tetapi sulit untuk menerima apa yang menjadi kelemahan mereka. Seorang yang memiliki TRUE LOVE, meskipun harus bertarung dengan niat ‘membanding-bandingkan’ tapi pada akhirnya, dengan rela bisa belajar menerima orang apa adanya.
Proses untuk dapat menerima orang apa adanya dimulai dengan proses untuk mengampuni atau memaafkan segala kesalahan yang telah terjadi, yang menciptakan kerenggangan sebuah hubungan. Setelah pengampunan yang berat ini bisa dilalui, barulah kita akan akan lebih mudah menerima orang lain. Sulit rasanya bisa menerima seseorang secara utuh, tanpa sungguh-sungguh memaafkannya. Tak jarang saya mendengar, “Saya sudah menerima dirinya, tapi saya selalu teringat bagaimana ia menyakiti hati saya”. Terkadang, untuk bisa belajar memaafkan, ya kita harus belajar melupakannya.
Kedua, Respek hal – hal personal. Hal kedua yang dapat dipraktekkan adalah dengan memberikan respek pada sentuhan personal. Dalam artikel kali ini, saya ingin membagikan lima bahasa cinta yang ada pada setiap orang, yang pertama kali dipopulerkan oleh Dr. Gary Chapman.
Menurut Gary Chapman, kelima bahasa cinta yang diinginkan setiap orang mencakup: (1) Kata– kata penguatan/pujian/motivasi (2) Waktu yang berkualitas (3) Pemberian/hadiah (4) Melayani (5) Sentuhan.
Mari kita coba membahasnya! Untuk orang yang memiliki bahasa cinta yang berwujud kata – kata, mereka akan merasa senang, bahagia dan gembira saat mendapatkan kata – kata pujian, penguatan maupun motivasi. Dan, ada pula orang yang merasa dicintai saat memiliki saat – saat atau momen – momen yang berharga dengan seseorang. Disini yang diperlukankan adalah investasi waktu yang disediakan untuk mendengarkan obrolannya ataupun bersama – sama dengannya melakukan suatu aktifitas. Ada pula orang yang merasakan dicintai saat dirinya menerima hadiah atau surprise. Hadiah, yang sekalipun kecil, bagi mereka ternyata akan memiliki makna yang mendalam. Berikutnya, ada pula orang yang merasa dicintai saat ada seseorang yang mau melayani dirinya, misalnya saja mengambilkan minuman, membantu dibersihkan ruangannya, dll. Dan yang terakhir adalah orang yang memiliki bahasa cinta berupa sentuhan. Orang ini akan merasa sangat dicintai saat ada orang yang memberikan sentuhan untuknya, bisa berupa menepuk – nepuk pundak, memeluk, menggandeng tangan, dll.
Pertanyaannya, sudahkan Anda memahami apa yang menjadi bahasa cinta dari orang – orang yang Anda kasihi, entah itu orang tua, pasangan, anak, bahkan sahabat Anda?
Ketiga, Ekspresikan perasaan. Setelah memahami apa yang menjadi kebutuhan dari orang lain. Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengekpresikan perasaan Anda. Intinya disini adalah melakukan tindakan yang menunjukkan bahwa Anda peduli atau care terhadap mereka. Ingatlah, action speaks louder than words (tindakan berbunyi lebih nyaring darikata-kata). Disinilah, setelah Anda paham kebutuhan emosional mereka, lakukanlah dalam wujud tindakan. Sayapun teringat sebuah kisah seorang anak kecil yang memenangkan hadiah ‘anak yang paling peduli’. Yang dilakukannya sederhana, yakni naik ke pangkuan wanita tua tetangganya yang suaminya baru saja meninggal dan ia mendekapnya. Ketika ditanya, apa yang ia lakukan, anak itu menjawab, “Saya membantunya menangis. Itu saja”.
Memang rasanya mustahil bagi kita untuk bisa menunjukkan cinta kita dengan kadar yang sama kepada semua orang. Untuk itu, pentinglah bagi Anda untuk mencintai terutama orang–orang terdekat Anda dan yang signifikan bagi hidup Anda. Apalah gunanya Anda begitu sukses dan luar biasa dalam hidup ini, tetapi Anda sendiri tidak dicintai oleh orang–orang terdekat di sekeliling Anda? Fokuskanlah untuk memulai dengan orang – orang terdekat Anda!
Sumber : topmotivasi.com